BIOGRAFI
ENAM TOKOH PENULIS HADIS
DAN
KARYA-KARYANYA
Diajukan sebagai tugas kelompok pada mata kuliah
“ULUMUL HADIS”
Oleh
Muhammad Ayyub Syamsul
Nim. 13.1100.145
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PARE PARE
2014
KATA PENGANTAR
Hanya kata syukur
Alhamdulillah kepadaMu, yang bisa kami ucap, Ya Allah “Sang Kekasih Pemilik
Cinta Sejati Nan Abadi” yang tak akan pernah berubah oleh pergeseran
peradaban dunia atau apapun. Sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang kesehatan lingkungan ini dapat tepat pada
waktunya.
Tsukran katsiraa Ya Allah.
Kami sadar sepenuh hati bahwasanya dalam
penyusunan makalah yang berjudul “Biografi Enam Tokoh Penulis Hadis
dan Karya-karyanya”
ini masih banyak terdapat kekurangan. Atas dasar
itulah, kami
sebagai penyusun mengharapkan
saran dan kritik yang konstruktif dengan setulus hati.Sehingga kami mendapatkan suatu acuan yang
konkrit dalam penyusunan makalah yang selanjutnya.
Akhir kata, tak lupa kami ucapkan terima kasih banyak kepada
semua insan yang telah meluangkan ruang dan waktunya, walau hanya sedetik guna
penyusunan makalah ini.
Semoga semuanya bernilai ibadah
disisiNya dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penyusun
Kelompok X
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
DAFTAR
ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . ii
BAB
I PENDAHULUAN . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Latar
Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . 1
Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
BAB
II PEMBAHSAN . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Imam Bukhari . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Imam Muslim . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
Sunan
Abu Daud . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
Sunan Tirdmizi. . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
Sunan Nasa’i. . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
Sunan Ibnu Majah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . 16
BAB
III PENUTUP . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
Kesimpulan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . 20
DAFTRA
PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. 21
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Imam
Bukhari
Namanya
Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah
al-Ju’fi al-Bukhari. Lahir di Bukhara, hari Jum’at 13 syawal 194 H, wafat di
Samarqand, malam sabtu hari raya waktu isya’ 256 H.
Beliau
dikenal sebagai al-Bukhori, Tidak lama setelah beliau lahir, beliau kehilangan
penglihatannya. Kemuduian Ibunya yang salh menangis dan selalu berdo’a agar
bayinya bias melihat. Kemudian dalam tidurnya perempuan itu bermimpi didatangi
abu al anbiya’ Ibrahim as dan berkata: “Wahai Ibu, Allah telah mengembalikan
pengelihatan putramu dan kini ia sudah dapat melihat, semua itu berkat do’amu
yang tiada henti-hentinya. “Ketika ia terbangun pengelihatan bayinya sudah
normal.
Dia didik dalam keluarga yang taat beragama,
ayahnya adalah seorang ulama’ ahli Hadis merupakan murid dari imam Malik,
seorang ulama’ besar dan ahli fiqih, ayahnya wafat ketika beliau masih kecil,
beliau berguru kepada as-syaikh ad-dakhili ulama’ ahli hadis yang masyhur di
Bukhoro, pada usia 16 tahun dia bersama keluarganya mungunjugi kota Makkah dan
Madinah, dikedua kota tersebut dia mengikuti kuliah para guru besar hadis.
Bukhori pergi menjumpai guru guru hadis diberbagai negri, dia pergi ke Bagdad,
Basrah, Kuffah, Makkah, Madinah, Syam, Mesir.
a. Kemasyhuran
Imam Bukahari
Kemasyhuran Imam
Bukhari segera mencapai bahagian dunia Islam yang jauh, dan ke mana pun ia
pergi selalu di alu-alukan. Masyarakat hairan dan kagum akan ingatannya yang
luar biasa. Pada tahun 250 H. Imam Bukhari mengunjungi Naisabur. Kedatangannya
disambut gembira oleh para penduduk, juga oleh gurunya, az-Zihli dan para ulama
lainnya.
Imam Muslim bin
al-Hajjaj, pengarang kitab as-Shahih Muslim menceritakan: “Ketika Muhammad bin
Ismail datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para
ulama dan penduduk Naisabur memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan
kepadanya.” Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga
marhalah (± 100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya az-Zihli berkata: “Barang
siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah,
sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya. Esok paginya Muhammad bin Yahya
az-Zihli, sebahagian ulama dan penduduk Naisabur menyongsong kedatangan Imam
Bukhari, ia pun lalu memasuki negeri itu dan menetap di daerah perkampungan
orang-orang Bukhara. Selama menetap di negeri itu, ia mengajarkan hadith secara
tetap. Sementara itu, az-zihli pun berpesan kepada para penduduk agar
menghadiri dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: “Pergilah
kalian kepada orang alim yang saleh itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya.”
b.
Keutamaan dan Kemasyuhran Imam Bukhari
Kerana kemasyhurannya sebagai seorang alim
yang super jenius, sangat banyak muridnya yang belajar dan mendengar langsung
hadithnya dari dia. Tak dapat dihitung dengan pasti berapa jumlah orang yang
meriwayatkan hadith dari Imam Bukhari, sehingga ada yang berpendapat bahawa
kitab Shahih Bukhari didengar secara langsung dari dia oleh sembilan puluh ribu
(90.000). Di antara sekian banyak muridnya yang paling menonjol adalah Muslim
bin al-Hajjaj, Tirmidzi, Nasa’i, Ibn Khuzaimah, Ibn Abu Dawud, Muhammad bin
Yusuf al-Firabri, Ibrahim bin Ma’qil al-Nasafi, Hammad bin Syakr al-Nasawi dan
Mansur bin Muhammad al-Bazdawi. Empat orang yang terakhir ini merupakan yang
paling masyhur sebagai perawi kitab Shahih Bukhari.
Dalam bidang kekuatan
hafalan, ketazaman pikiran dan pengetahuan para perawi hadith, juga dalam
bidang ilat-ilat hadith, Imam Bukhari merupakan salah satu tanda kekuasaan
(ayat) dan kebesaran Allah di muka bumi ini. Allah telah mempercayakan kepada
Bukhari dan para pemuka dan penghimpun hadith lainnya, untuk menghafal dan
menjaga sunah-sunah Nabi kita Muhammad SAW. Diriwayatkan, bahawa Imam Bukhari
berkata: “Saya hafal hadith di luar kepala sebanyak 100.000 buah hadith shahih,
dan 200.000 hadith yang tidak shahih.”
Mengenai kejeniusan
Imam Bukhari dapat dibuktikan pada kisah berikut. Ketika ia tiba di Baghdad,
ahli-ahli hadith di sana berkumpul untuk menguji kemampuan dan kepintarannya.
Mereka mengambil 100 buah hadith, lalu mereka tukar-tukarkan sanad dan matannya
(diputar balikkan), matan hadith ini diberi sanad hadith lain dan sanad hadith
lain dinbuat untuk matan hadith yang lain pula. 10 orang ulama tampil dan
masing-masing mengajukan pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan tentang hadith yang
telah diputarbalikkan tersebut. Orang pertama tampil dengan mengajukan sepuluh
buah hadith kepada Bukhari, dan setiap orang itu selesai menyebutkan sebuah
hadith, Imam Bukhari menjawab dengan tegas: “Saya tidak tahu hadith yang Anda
sebutkan ini.” Ia tetap memberikan jawaban serupa sampai kepada penanya yang ke
sepuluh, yang masing-masing mengajukan sepuluh pertanyaan. Di antara hadirin
yang tidak mengerti, memastikan bahawa Imam Bukhari tidak akan mungkin mampu
menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan itu, sedangkan para ulama berkata
satu kepada yang lainnya: “Orang ini mengetahui apa yang sebenarnya.”
Setelah 10 orang
semuanya selesai mengajukan semua pertanyaannya yang jumlahnya 100 pertanyaan
tadi, kemudian Imam Bukhari melihat kepada penanya yang pertama dan berkata:
“Hadith pertama yang anda kemukakan isnadnya yang benar adalah begini; hadith
kedua isnadnya yang benar adalah beginii…”
Begitulah Imam Bukhari
menjawab semua pertanyaan satu demi satu hingga selesai menyebutkan sepuluh
hadith. Kemudian ia menoleh kepada penanya yang kedua, sampai menjawab dengan
selesai kemudian menoleh kepada penanya yang ketiga sampai menjawab semua pertanyaan
dengan selesai sampai pada penanya yang ke sepuluh sampai selesai. Imam Bukhari
menyebutkan satu persatu hadith-hadith yang sebenarnya dengan cermat dan tidak
ada satupun dan sedikitpun yang salah dengan jawaban yang urut sesuai dengan
sepuluh orang tadi mengeluarkan urutan pertanyaanya. Maka para ulama Baghdad
tidak dapat berbuat lain, selain menyatakan kekagumannya kepada Imam Bukhari
akan kekuatan daya hafal dan kecemerlangan pikirannya, serta mengakuinya
sebagai “Imam” dalam bidang hadith.
Sebahagian hadirin
memberikan komentar terhadap “uji cuba kemampuan” yang menegangkan ini, ia
berkata: “Yang mengagumkan, bukanlah kerana Bukhari mampu memberikan jawaban
secara benar, tetapi yang benar-benar sangat mengagumkan ialah kemampuannya
dalam menyebutkan semua hadith yang sudah diputarbalikkan itu secara berurutan
persis seperti urutan yang dikemukakan oleh 10 orang penguji, padahal ia hanya
mendengar pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu hanya satu kali.”Jadi banyak
pemirsa yang hairan dengan kemampuan Imam Bukhari mengemukakan 100 buah hadith
secara berurutan seperti urutannya si penanya mengeluarkan pertanyaannya
padahal beliau hanya mendengarnya satu kali, ditambah lagi beliau membetulkan
rawi-rawi yang telah diputarbalikkan, ini sungguh luar biasa.
Imam Bukhari pernah
berkata: “Saya tidak pernah meriwayatkan sebuah hadith pun juga yang diterima
dari para sahabat dan tabi’in, melainkan saya mengetahui tarikh kelahiran
sebahagian besar mereka, hari wafat dan tempat tinggalnya. Demikian juga saya
tidak meriwayatkan hadith sahabat dan tabi’in, yakni hadith-hadith mauquf,
kecuali ada dasarnya yang kuketahui dari Kitabullah dan sunah Rasulullah SAW.”
Dengan kedudukannya
dalam ilmu dan kekuatan hafalannya Imam Bukhari sebagaimana telah disebutkan,
wajarlah jika semua guru, kawan dan generasi sesudahnya memberikan pujian
kepadanya. Seorang bertanya kepada Qutaibah bin Sa’id tentang Imam Bukhari,
ketika menyatakan : “Wahai para penenya, saya sudah banyak mempelajari hadith
dan pendapat, juga sudah sering duduk bersama dengan para ahli fiqh, ahli
ibadah dan para ahli zuhud; namun saya belum pernah menjumpai orang begitu
cerdas dan pandai seperti Muhammad bin Isma’il al-Bukhari.”
Imam al-A’immah
(pemimpin para imam) Abu Bakar ibn Khuzaimah telah memberikan kesaksian
terhadap Imam Bukhari dengan mengatakan: “Di kolong langit ini tidak ada orang
yang mengetahui hadith, yang melebihi Muhammad bin Isma’il.” Demikian pula
semua temannya memberikan pujian. Abu Hatim ar-Razi berkata: “Khurasan belum
pernah melahirkan seorang putra yang hafal hadith melebihi Muhammad bin
Isma’il; juga belum pernah ada orang yang pergi dari kota tersebut menuju Iraq
yang melebihi kealimannya.”
Al-Hakim menceritakan,
dengan sanad lengkap. Bahawa Muslim (pengarang kitab Shahih), datang kepada Imam
Bukhari, lalu mencium antara kedua matanya dan berkata: “Biarkan saya mencium
kaki tuan, wahai maha guru, pemimpin para ahli hadith dan dokter ahli penyakit
(ilat) hadith.” Mengenai sanjungan diberikan ulama generasi sesudahnya, cukup
terwakili oleh perkataan al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: “Andaikan pintu
pujian dan sanjungan kepada Bukhari masih terbuka bagi generasi sesudahnya,
tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan laut tak bertepi.”
Imam Bukhari adalah
seorang yang berbadan kurus, berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi juga
tidak pendek; kulitnya agak kecoklatan dan sedikit sekali makan. Ia sangat
pemalu namun ramah, dermawan, menjauhi kesenangan dunia dan cinta akhirat.
Banyak hartanya yang disedekahkan baik secara sembunyi maupun terang-terangan,
lebih-lebih untuk kepentingan pendidikan dan para pelajar. Kepada para pelajar
ia memberikan bantuan dana yang cukup besar. Diceritakan ia pernah berkata:
“Setiap bulan, saya berpenghasilan 500 dirham,semuanya dibelanjakan untuk
kepentingan pendidikan. Sebab, apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan
lebih kekal.”
Imam Bukhari sangat
hati-hati dan sopan dalam berbicara dan dalam mencari kebenaran yang hakiki di
saat mengkritik para perawi. Terhadap perawi yang sudah jelas-jelas diketahui
kebohongannya, ia cukup berkata: “Perlu dipertimbangkan, para ulama
meninggalkannya atau para ulama berdiam diri tentangnya.” Perkataan yang tegas
tentang para perawi yang tercela ialah: “Hadithnya diingkari.”
Meskipun ia sangat
sopan dalam mengkritik para perawi, namun ia banyak meninggalkan hadith yang
diriwayatkan seseorang hanya kerana orang itu diragukan. Dalam sebuah riwayat
diceritakan bahawa ia berkata: “Saya meninggalkan 10.000 hadith yang
diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan, dan meninggalkan pula
jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatkan perawi yang dalam pandanganku,
perlu dipertimbangkan.”
Selain dikenal sebagai
ahli hadith, Imam Bukhari juga sebenarnya adalah ahli dalam fiqh. Dalam hal
mengeluarkan fatwa, ia telah sampai pada darjat mujtahid mustaqiil (bebas,
tidak terikat pendapatnya pada madzhab-madzhab tertentu) atau dapat
mengeluarkan hukum secara sendirian. Dia mempunyai pendapat-pendapat hukum yang
digalinya sendiri. Pendapat-pendapatnya itu terkadang sejalan dengan madzhab
Abu Hanifah, terkadang sesuai dengan Madzhab Syafi’i dan kadang-kadang berbeda
dengan keduanya. Selain itu pada suatu saat ia memilih madzhab Ibn Abbas, dan
disaat lain memilih madzhab Mujahid dan ‘Ata dan sebagainya. Jadi kesimpulannya
adalah Imam Bukhari adalah seorang ahli hadith yang ulung dan ahli fiqh yg
berijtihad sendiri, kendatipun yang lebih menonjol adalah setatusnya sebagai
ahli hadith, bukan sebagai ahli fiqh.
Di sela-sela
kesibukannya sebagai seorang alim, ia juga tidak melupakan kegiatan lain yang
dianggap penting untuk menegakkan Dinul Islam. Imam Bukhari sering belajar
memanah sampai mahir, sehingga dikatakan bahawa sepanjang hidupnya, ia tidak
pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai
pengamalan sunah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar
menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya. Tujuannya adalah untuk
memerangi musuh-musuh Islam dan mempertahankannya dari kejahatan mereka.
c.
Karya-Karya Imam Bukhari
Di antara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :
1.
Al-Jami’ as-Shahih (Shahih Bukhari).
- Al-Adab al-Mufrad.
- At-Tarikh as-Sagir.
- At-Tarikh al-Awsat.
- At-Tarikh al-Kabir.
- At-Tafsir al-Kabir.
- Al-Musnad al-Kabir.
- Kitab al-’Ilal.
- Raf’ul-Yadain fis-Salah.
- Birril-Walidain.
- Kitab al-Asyribah.
- Al-Qira’ah Khalf al-Imam.
- Kitab ad-Du’afa.
- Asami as-Sahabah.
- Kitab al-Kuna.
B. Imam
Muslim
Penghimpun dan
penyusun hadith terbaik kedua setelah Imam Bukhari adalah Imam Muslim. Nama
lengkapnya ialah Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz
al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia juga mengarang kitab As-Shahih (terkenal dengan
Shahih Muslim). Ia salah seorang ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal
hingga kini. Ia dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H. menurut pendapat yang
shahih sebagaimana dikemukakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya
‘Ulama’ul-Amsar. Ia belajar hadith sejak masih dalam usia dini, yaitu mulai
tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz, Iraq, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya.
a.
Keahlian dalam hadis
Apabila Imam Bukhari
merupakan ulama terkemuka dibidang hadis sahih, berpengetahuan luas mengenai
penyakit dan seluk beluk hadis, serta kritikannya, maka Imam Muslim adalah
orang kedua setelah Imam Bukhari, baik dalam ilmu dan pengetahuannya maupun dalam
keutamaan dan kedudukannya.
Imam Muslim banyak
menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadis maupun ulama lainnya.
Al-khatib al Baghdagi berkata “ Muslim telah mengikuti jejak Bukhari,
memperhatikan ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya.”
b.
Karya-Karya Imam Muslim
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang
tidak sedikit jumlahnya, di antaranya:
1.
Jami’ as-Shahih (Shahih Muslim).
2.
Al-Musnadul Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi
hadith).
3.
Kitabul-Asma’ wal-Kuna.
4.
Kitab al-’Ilal.
5.
Kitabul-Aqran.
6.
Kitabu Su’alatihi Ahmad bin Hambal.
7.
Kitabul-Intifa’ bi Uhubis-Siba’.
8.
Kitabul-Muhadramin.
9.
Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahid.
10.
Kitab Auladis-Sahabah.
11.
Kitab Awhamil-Muhadditsin.
Di antara kitab-kitab
di atas yang paling agung dan sangat bermanfat luas, serta masih tetap beredar
hingga kini ialah Al-Jami’ as-Shahih, terkenal dengan Shahih Muslim. Kitab ini
merupakan salah satu dari dua kitab yang paling shahih dan murni sesudah Kitabullah.
Kedua kitab Shahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.
Imam Muslim telah
mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para
perawi, menyaring hadith-hadith yang diriwayatkan, membandingkan
riwayat-riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam
menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan
antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedeemikian rupa, maka lahirlah kitab
Shahihnya.
Bukti konkrit mengenai
keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi
kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahawa ia
pernah berkata: “Aku susun kitab Shahih ini yang disaring dari 300.000 hadith.”
Diriwayatkan dari
Ahmad bin Salamah, yang berkata : “Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun
kitab Shahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadith.
Dalam pada itu, Ibn
Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahawa jumlah hadith Shahih Muslim
itu sebanyak 4.000 buah hadith. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan,
yaitu bahawa perhitungan pertama memasukkan hadith-hadith yang berulang-ulang
penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadith-hadith yang
tidak disebutkan berulang.
Imam Muslim berkata di
dalam Shahihnya: “Tidak setiap hadith yang shahih menurutku, aku cantumkan di
sini, yakni dalam Shahihnya. Aku hanya mencantumkan hadith-hadith yang telah
disepakati oleh para ulama hadith.”
Imam Muslim pernah
berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya: “Apabila
penduduk bumi ini menulis hadith selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan
berputar-putar di sekitar kitab musnad ini.”
Ketelitian dan
kehati-hatian Muslim terhadap hadith yang diriwayatkan dalam Shahihnya dapat dilihat
dari perkataannya sebagai berikut : “Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadith
dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu
hadith daripadanya melainkan dengan alasan pula.”
C. Imam
Abu Daud
Setelah Imam Bukhari
dan Imam Muslim, kini giliran Imam Abu Dawud yang juga merupakan tokoh kenamaan
ahli hadith pada zamannya. Kealiman, kesalihan dan kemuliaannya semerbak
mewangi hingga kini.
Abu Dawud nama
lengkapnya ialah Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin
‘Amr al-Azdi as-Sijistani, seorang imam ahli hadith yang sangat teliti, tokoh
terkemuka para ahli hadith setelah dua imam hadith Bukhari dan Muslim serta
pengarang kitab Sunan. Ia dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan.
Abu Daud adalah
seorang ulama yang mengamalkan ilmunya dan mencapai derajat tinggi dalam
ibadah, kesucian diri, wara’ dan kesalehannya. Ia adalah sosok manusia utama
yang diteladani perilku, ketenangan jiwa dan kepribadiannya.
a.
Perkembangan Dan Perlawatannya
Sejak kecilnya Abu Dawud
sudah mencintai ilmu dan para ulama, bergaul dengan mereka untuk dapat mereguk
dan menimba ilmunya. Belum lagi mencapai usia dewasa, ia telah mempersiapkan
dirinya untuk mengadakan perlawatan, mengelilingi berbagai negeri. Ia belajar
hadith dari para ulama yang tidak sedikit jumlahnya, yang dijumpainya di Hijaz,
Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri-negeri lain.
Perlawatannya ke berbagai negeri ini membantu dia untuk memperoleh pengetahuan
luas tentang hadith, kemudian hadith-hadith yang diperolehnya itu disaring dan
hasil penyaringannya dituangkan dalam kitab As-Sunan. Abu Dawud mengunjungi
Baghdad berkali-kali. Di sana ia mengajarkan hadith dan fiqh kepada para
penduduk dengan memakai kitab Sunan sebagai pegangannya. Kitab Sunan karyanya
itu diperlihatkannya kepada tokoh ulama hadith, Ahmad bin Hanbal.
Dengan bangga Imam
Ahmad memujinya sebagai kitab yang sangat indah dan baik. Kemudian Abu Dawud
menetap di Basrah atas permintaan gubernur setempat yang menghendaki supaya
Basrah menjadi “Ka’bah” bagi para ilmuwan dan peminat hadith.
Para ulama yang
menjadi guru Imam Abu Dawud banyak jumlahnya. Di antaranya guru-guru yang
paling terkemuka ialah Ahmad bin Hanbal, al-Qa’nabi, Abu ‘Amr ad-Darir, Muslim
bin Ibrahim, Abdullah bin Raja’, Abu’l Walid at-Tayalisi dan lain-lain.
Sebahagian gurunya ada pula yang menjadi guru Imam Bukhari dan Imam Muslim,
seperti Ahmad bin Hanbal, Usman bin Abi Syaibah dan Qutaibah bin Sa’id.
b.
Karya-Karyanya
Imam Abu Dawud banyak memiliki karya, antara
lain:
1.
Kitab AS-Sunnan (Sunan Abu Dawud).
2.
Kitab Al-Marasil.
3.
Kitab Al-Qadar.
4.
An-Nasikh wal-Mansukh.
5.
Fada’il al-A’mal.
6.
Kitab Az-Zuhd.
7.
Dala’il an-Nubuwah.
8.
Ibtida’ al-Wahyu.
9.
Ahbar al-Khawarij.
Di antara karya-karya tersebut yang paling bernilai tinggi dan
masih tetap beredar adalah kitab Amerika Serikat-Sunnan, yang kemudian terkenal
dengan nama Sunan Abi Dawud.
D. Imam
Tirmidzi
Setelah Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Dawud, kini
giliran Imam Tirmidzi, juga merupakan tokoh ahli hadith dan penghimpun hadith
yang terkenal. Karyanya yang masyhur yaitu Kitab Al-Jami’ (Jami’ At-Tirmidzi).
Ia juga tergolonga salah satu “Kutubus Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang Hadith)
dan ensiklopedia hadith terkenal.
Imam al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin
ad-Dahhak Amerika Serikat-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli hadith
kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyhur lahir pada 279 H di kota
Tirmiz.
Dalam perlawatannya itu ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar
dan guru-guru hadith untuk mendengar hadith yang kem dihafal dan dicatatnya
dengan baik di perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah
menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakannya dengan seorang guru di perjalanan
menuju Makkah. Kisah ini akan diuraikan lebih lanjut.
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat,
berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, ia pada akhir kehidupannya
mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna
netra; dalam keadaan seperti inilah akhirnya at-Tirmidzi meninggaol dunia. Ia
wafat di Tirmiz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.
Imam Tirdmizi belajar dan meriwayatkan hadith dari ulama-ulama
kenamaan. Di antaranya adalah Imam Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadith dan
fiqh. Juga ia belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar
pula hadith dari sebahagian guru mereka.
a.
Keerdasannya
Imam Tirdmizi
Abu ‘Isa at-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam
hadith, kesalehan dan ketaqwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat
dipercayai, amanah dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan cepat
hafalannya ialah kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam
Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu Dawud, yang
berkata:“Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkata: Pada suatu waktu dalam
perjalanan menuju Makkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid berisi
hadith-hadith yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan
kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahawa dialah
orang yang ku maksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahawa “dua
jilid kitab” itu ada padaku. Ternyata yang ku bawa bukanlah dua jilid tersebut,
melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya.
Ketika saya telah bertemu dengan dia, saya memohon kepadanya
untuk mendengar hadith, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia
membacakan hadith yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri
pandang dan melihat bahawa kertas yang ku pegang masih putih bersih tanpa ada
tulisan sesuatu apa pun. Demi melihat kenyataan ini, ia berkata: ‘Tidakkah
engkau malu kepadaku?’ Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahawa apa
yang ia bacakan itu telah ku hafal semuanya. ‘Cuba bacakan!’ suruhnya. Lalu aku
pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi: ‘Apakah telah
engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya
meminta lagi agar dia meriwayatkan hadith yang lain. Ia pun kemudian membacakan
empat puluh buah hadith yang tergolong hadith-hadith yang sulit atau garib,
lalu berkata: ‘Cuba ulangi apa yang ku bacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya
dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum pernah melihat
orang seperti engkau.”
Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui
akan kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban,
kritikus hadith, menggolangkan Tirmidzi ke dalam kelompok “Tsiqah” atau
orang-orang yang dapat dipercayai dan kukuh hafalannya, dan berkata: “Tirmidzi
adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadith, menyusun kitab, menghafal
hadith dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama.”
Abu Ya’la al-Khalili dalam kitabnya ‘Ulumul Hadith menerangkan;
Muhammad bin ‘Isa at-Tirmidzi adalah seorang penghafal dan ahli hadith yang
baik yang telah diakui oleh para ulama. Ia memiliki kitab Sunan dan kitab
Al-Jarh wat-Ta’dil. Hadith-hadithnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak
ulama lain. Ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya, seorang ulama dan
imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas. Kitabnya Al-Jami’us Shahih
sebagai bukti atas keagungan darjatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya
dan pengetahuannya tentang hadith yang sangat mendalam.
b.
Karya-Karyanya
Imam
Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab. Di antaranya:
1.
Kitab Al-Jami’, terkenal
dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi.
2.
Kitab Al-‘Ilal.
3.
Kitab At-Tarikh.
4.
Kitab Asy-Syama’il an-Nabawiyyah.
5.
Kitab Az-Zuhd.
6.
Kitab Al-Asma’ wal-kuna.
Di
antara kitab-kitab tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas
adalah Al-Jami’.
Sekilas Tentang AL JAMI' : Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Tirmidzi
terbesar dan paling banyak manfaatnya. Ia tergolonga salah satu “Kutubus
Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang Hadith) dan ensiklopedia hadith terkenal.
Al-Jami’ ini terkenal dengan nama Jami’ Tirmidzi, dinisbatkan kepada
penulisnya, yang juga terkenal dengan nama Sunan Tirmidzi. Namun nama
pertamalah yang popular.
E. Imam
Nasa’i
Imam Nasa’i juga merupakan tokoh ulama kenamaan ahli hadith pada
masanya. Selain Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Jami’
At-Tirmidzi, juga karya besar Imam Nasa’i, Sunan us-Sughra termasuk jajaran
kitab hadith pokok yang dapat dipercayai dalam pandangan ahli hadith dan para
kritikus hadith.
Ia adalah seorang imam ahli hadith syaikhul Islam sebagaimana
diungkapkan az-Zahabi dalam Tazkirah-nya Abu ‘Abdurrahman Ahmad bin ‘Ali bin
Syu’aib ‘Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Qadi, pengarang kitab Sunan dan
kitab-kitab berharga lainnya. Juga ia adalah seorang ulama hadith yang jadi
ikutan dan ulama terkemuka melebihi para ulama yang hidup pada zamannya.
Dilahirkan di sebuah tempat bernama Nasa’ pada tahun 215 H. Ada
yang mengatakan pada tahun 214 H. ia bermuka tampan. Warna kulitnya kemerah
merahan dan senang mengenakan pakaian garis garis buatan Yaman.
a.
Perantauannya
Ia lahir dan tumbuh berkembang di Nasa’, sebuah kota di Khurasan
yang banyak melahirkan ulama-ulama dan tokoh-tokoh besar. Di madrasah negeri
kelahirannya itulah ia menghafal Al-Qur’an dan dari guru-guru negerinya ia
menerima pelajaran ilmu-ilmu agama yang pokok. Setelah meningkat remaja, ia
senang mengembara untuk mendapatkan hadith. Belum lagi berusia 15 tahun, ia
berangkat mengembara menuju Hijaz, Iraq, Syam, Mesir dan Jazirah. Kepada
ulama-ulama negeri tersebut ia belajar hadith, sehingga ia menjadi seorang yang
sangat terkemuka dalam bidang hadith yang mempunyai sanad yang ‘Ali (sedikit
sanadnya) dan dalam bidang kekuatan periwayatan hadith.
Nasa’i merasa cocok tinggal di Mesir. Kerananya, ia kemudian
menetap di negeri itu, di jalan Qanadil. Dan seterusnya menetap di kampung itu
hingga setahun menjelang wafatnya. Kemudian ia berpindah ke Damsyik. Di
tempatnya yang baru ini ia mengalami suatu peristiwa tragis yang menyebabkan ia
menjadi syahid. Alkisah, ia dimintai pendapat tentang keutamaan Mu’awiyyah r.a.
Tindakan ini seakan-akan mereka minta kepada Nasa’i agar menulis sebuah buku
tentang keutamaan Mu’awiyyah, sebagaimana ia telah menulis mengenai keutamaan
Ali r.a.
Oleh kerana itu ia menjawab kepada penanya tersebut dengan
“Tidakkah Engkau merasa puas dengan adanya kesamaan darjat (antara Mu’awiyyah
dengan Ali), sehingga Engkau merasa perlu untuk mengutamakannya?” Mendapat
jawaban seperti ini mereka naik pitam, lalu memukulinya sampai-sampai buah
kemaluannya pun dipukul, dan menginjak-injaknya yang kemudian menyeretnya
keluar dari masjid, sehingga ia nyaris menemui kematiannya.
b. Sifat-Sifatnya
Ia sering ikut bertempur bersama-sama dengan gabenor Mesir. Mereka mengakui kesatriaan dan keberaniannya, serta sikap konsistensinya yang berpegang teguh pada sunnah dalam menangani masalah penebusan kaum Muslimin yang tetangkap lawan. Dengan demikian ia dikenal senantiasa “menjaga jarak” dengan majlis sang Amir, padahal ia tidak jarang ikut bertempur besamanya. Demikianlah. Maka, hendaklah para ulama itu senantiasa menyebar luaskan ilmu dan pengetahuan. Namun ada panggilan untuk berjihad, hendaklah mereka segera memenuhi panggilan itu. Selain itu, Nasa’i telah mengikuti jejak Nabi Dawud, sehari puasa dan sehari tidak.
c.
Karya-Karyanya
Imam Nasa’i telah menusil beberapa kitab
besar yang tidak sedikit jumlahnya. Di antaranya:
1.
As-Sunan ul-Kuba.
2.
As-Sunan us-Sughra,
tekenal dengan nama Al-Mujtaba.
3.
Al-Khasa’is.
4.
Fada’ilus-Sahabah.
5.
Al-Manasik.
Di antara karya-karya tersebut, yang paling besar dan bemutu
adalah Kitab As-Sunan.
F.
Imam Ibnu Majah
Ibn Majah adalah seorang kepercayaan
yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi
pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal
hadith.
Imam Abu Abdullah Muhammad bin Yazid
bin Majah ar-Rabi’i al-Qarwini, pengarang kitab As-Sunan dan kitab-kitab
bemanfaat lainnya. Kata “Majah” dalam nama beliau adalah dengan huruf “ha” yang
dibaca sukun; inilah pendapat yang shahih yang dipakai oleh mayoritas ulama,
bukan dengan “ta” (majat) sebagaimana pendapat sementara orang. Kata itu adalah
gelar ayah Muhammad, bukan gelar kakeknya, seperti diterangkan penulis Qamus
jilid 9, hal. 208. Ibn Katsr dalam Al-Bidayah wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52.
Imam Ibn Majah dilahirkan di Qaswin
pada tahun 209 H, dan wafat pada tanggal 22 Ramadhan 273 H. Jenazahnya
dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar. Sedangkan pemakamannya dilakukan oleh
kedua saudaranya, Abu Bakar dan Abdullah serta putranya, Abdullah.
a. Pengembaraannya
Ia berkembang dan meningkat dewasa sebagai orang yang cinta mempelajari ilmu dan pengetahuan, teristimewa mengenai hadith dan periwayatannya. Untuk mencapai usahanya dalam mencari dan mengumpulkan hadith, ia telah melakukan lawatan dan berkeliling di beberapa negeri. Ia melawat ke Irak, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah, Basrah dan negara-negara serta kota-kota lainnya, untuk menemui dan berguru hadith kepada ulama-ulama hadith. Juga ia belajar kepada murid-murid Malik dan al-Lais, rahimahullah, sehingga ia menjadi salah seorang imam terkemuka pada masanya di dalam bidang ilmu nabawi yang mulia ini.
b. Aktifitas Periwayatannya
Ia belajar dan meriwayatkan hadith dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Numair, Hisyam bin ‘Ammar, Muhammad bin Ramh, Ahmad bin al-Azhar, Bisyr bin Adan dan ulama-ulama besar lain.
Sedangkan hadith-hadithnya diriwayatkan oleh Muhammad bin ‘Isa al-Abhari, Abul Hasan al-Qattan, Sulaiman bin Yazid al-Qazwini, Ibn Sibawaih, Ishak bin Muhammad dan ulama-ulama lainnya.
c. Penghargaan Para Ulama Kepadanya
Abu Ya’la al-Khalili al-Qazwini berkata: “Ibn Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal hadith.”
Zahabi dalam Tazkiratul Huffaz, melukiskannya sebagai seorang ahli hadith besarm mufasir, pengarang kitab sunan dan tafsir, serta ahli hadith kenamaan negerinya.
Ibn Kasir, seorang ahli hadith dan kritikus hadith berkata dalam Bidayah-nya: “Muhammad bin Yazid (Ibn Majah) adalah pengarang kitab sunan yang masyhur. Kitabnya itu merupakan bukti atas amal dan ilmunya, keluasan pengetahuan dan pandangannya, serta kredibilitas dan loyalitasnya kepada hadith dan usul dan furu’.”
d. Karya-Karyanya
Imam Ibn Majah mempunyai banyak karya tulis, di antaranya:
- Kitab As-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam Kitab Hadith yang Pokok).
- Kitab Tafsir Al-Qur’an, sebuah kitab tafsir yang besar manfatnya seperti diterangkan Ibn Kasir.
- Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn Majah.
Sekilas Tentang Sunan Ibnu Majah
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Ibn Majah terbesar yang masih beredar hingga sekarang. Dengan kitab inilah, nama Ibn Majah menjadi terkenal.
Ia menyusun sunan ini menjadi beberapa kitab dan beberapa bab. Sunan ini terdiri dari 32 kitab, 1.500 bab. Sedan jumlah hadithnya sebanyak 4.000 buah hadith.
Kitab sunan ini disusun menurut sistematika fiqh, yang dikerjakan secara baik dan indah. Ibn Majah memulai sunan-nya ini dengan sebuah bab tentang mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Dalam bab ini ia menguraikan hadith-hadith yang menunjukkan kekuatan sunnah, kewajiban mengikuti dan mengamalkannya.
Kedudukan Sunan Ibnu Majah Di Antara Kitab-Kitab Hadits
Sebahagian ulama tidak memasukkan Sunan Ibn Majah ke dalam kelompok “Kitab Hadith Pokok” mengingat darjat Sunan ini lebih rendah dari kitab-kitab hadith yang lima.
Sebahagian ulama yang lain menetapkan, bahawa kitab-kitab hadith yang pokok ada enam kitab (Al-Kutubus Sittah/Enam Kitab Hadith Pokok), yaitu:
- Shahih Bukhari, karya Imam Bukhari.
- Shahih Muslim, karya Imam Muslim.
- Sunan Abu Dawud, karya Imam Abu Dawud.
- Sunan Nasa’i, karya Imam Nasa’i.
- Sunan Tirmidzi, karya Imam Tirmidzi.
- Sunan Ibn Majah, karya Imam Ibn Majah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan
di atas dapat disimpulkan bahwa ke-enam imam beserta kitab-kitabnya mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda, tetapi mereka sama-sama pergi ke berbagai
negara untuk menimba ilmu terutama dibidang hadis.
DAFTAR
PUSTAKA
Smeer, Zeid B. 2008. Ulumul Hadis. Malang : UIN-Malang Press. Cet I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar