Sabtu, 15 Agustus 2015

Makalah Kekhalifaan dan Pribadi Abu Bakar Ash-Shiddiq




Kekhalifaan dan Pribadi Abu Bakar Ash-Shiddiq

“SEJARAH PERADABAN ISLAM”

Oleh

Muhammad Ayyub Syamsul
13.1100.145



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PAREPARE
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini, yang mana pembuatan makalah ini bertujuan memberikan sedikit dari luasnya pembahasan Sejarah Kebudayaan Islam. Dan kali ini penyusun membahas tentang sahabat Nabi yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dalam makalah ini dipaparkan kehidupan beliau saat bersama Rasulullah dan saat beliau menjadi Khalifah yang pertama umat Islam.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penyusun harapkan baik dosen maupun rekan-rekan sekalian guna menjadikan makalah ini lebih baik lagi.


Penyusun





DAFTAR ISI

Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .         i
Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .        ii
Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .         1
            Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .            1 
            Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .           2
Pembahasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  . .         3
            Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .         3
Proses Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq Menjadi Khalifah . . .       8
            Permasalahan pada Masa Khalifah Abu Bakar . . . . . . . . . . . . . . . . .        10
            Langkah-langkah atau Kebijakan pada Masa Khalifah Abu Bakar . . .     11    
            Kemajuan Kebudayaan pada Masa Khalifah Abu Bakar . . . . . . . . . . .    16
Penutup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .      20
Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       20
Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  .     21



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan sahabat Nabi yang menjadi salah satu orang yang mendapat gelar Ash-Shiddiq lantaran beliau lah orang yang membenarkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah.
Sesaat setelah beliau wafat, situasi di kalangan umat Islam sempat kacau. Dua kelompok yang merasa paling berhak dicalonkan sebagai pengganti nabi Muhammad SAW adalah kaum Muhajirin dan kaum Anshar.Kaum Muhajirin berpendapat bahwa merekalah yang berhak menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW. Mereka mengemukakan alasan bahwa kaum Muhajirin adalah orang-orang pertama yang menerima islam dan berjuang bersama Nabi Muhammad SAW. Di pihak lain, kaum Anshar berpendapat bahwa mereka adalah yang paling tepat menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW. Mereka mengemukakan alasan bahwa islam dapat berkembang dan mengalami masa kejayaan setelah Nabi hijrah ke Madinah dan mendapat pertolongan kaum Anshar, kaum anshar kemudian mengusulkan Sa’ad bin Ubadah sebagai pengganti.
Perbedaan pendapat antara dua kelompok tersebut akhirnya dapat diselesaikan secara damai setelah Umar bin Khatab membaiat Abu Bakar. Setelah pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah, umat islam mendapat pemimpin baru yang mengatur segala permasalahan kehidupan. Di masa pemerintahan beliau terdapat beberapa peristiwa penting seperti munculnya nabi palsu, penolakan untuk mengeluarkan zakat dan sebagainya. Gejolak dan pembangkangan yang ada dapat ditangani beliau dengan baik.
2.      Rumusan Masalah
2.1  Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq
2.2  Proses pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi Khalifah
2.3  Permasalahan yang timbul di kalangan umat Islam dan langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar Ash-Shiddiq mengatasinya
2.4  Kemajuan kebudayaan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq






BAB II
PEMBAHASAN
1.      Biografi Abu Bakar
      Abu bakar pada zaman Jahiliyah ia dinamai Abdul Ka’bah, kemudian Rasuullah menamainya Abdullah diapun dijuluki  Al –Atiq juga As Shiddiq karena bergegas membenarkan kerasulan Rasulullah terutama keesokan hari dari peristiwa Isra. Abu Bakar dilahirkan di Makkah dua tahun beberapa bulan sesudah tahun gajah. [1] atau oktober 573 M dan meniggal 23 Agusus 634 Madinah Oleh karena itu Abu Bakar dikenal lebih mudah dua tahun dibanding Rasulullah Saw dan adapun Abu Bakar menjadi Khalifah Islam yang pertama pda tahun 632 hingga tahun 634.[2]
    Sebelum masuk Islam, ia dipanggil dengan sebutan Abdul Ka’bah. Ibundanya  bernazar akan memberikan anak laki-lakinya yang hidup untuk mengabdi pada Ka’bah. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya dengan sebutan Abdullah. Nama Abu Bakar sendiri konon berasal dari predikat pelopor dalam Islam. Bakar berarti dini atau awal[3]. Setelah Abu Bakar lahir dan besar ia diberi nama lain; Atiq. Nama ini diambil karena wajahnya yang tampan. Gelar tesebut dari kata kata “Ataqah” yaitu segala yang baik, tetapi ada juga yang berpendapat kata tersebut berasal dari kata “Al Itqu” (membebaskan) karena setelah lahir ibunya membawa ke ka’bah dan berdoa kepada Tuhan agar anaknya dibebaskan dari api neraka.[4]
     Ternyata keislaman Abu Bakar paling banyak membawa manfaat besar terhadap Islam dan kaum muslimin dibandingkan dengan keislaman selainnya, karena kedudukannya yang tinggi dan semangat serta kesungguhannya dalam berdakwah.
Dengan keislamannya maka masuk mengikutinya tokoh-tokoh besar yang masyhur seperti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Talhah bin Ubaidillah.[5]
      Nama Abu Bakar ash-Shiddiq sebenarnya adalah Abdullah bin Usman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai.
       Dan ibunya adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Berarti ayah dan ibunya berasal dari kabilah Bani Taim. Ayahnya diberi kuniyah (sebutan panggilan) Abu Quhafah. Dan pada masa jahiliyyah Abu Bakar ash-Shiddiq digelari Atiq. Imam Thabari menyebutkan dari jalur Ibnu Luhai’ah bahwa anak-anak dari Abu Quhafah tiga orang, pertama Atiq (Abu Bakar), kedua Mu’taq dan ketiga Utaiq.[6]
         Abu Bakar pernah menikahi Qutailah binti Abd al-Uzza bin Abd bin As’ad pada masa Jahiliyyah dan dari pernikahan tersebut lahirlah Abdullah dan Asma’.
         Beliau juga menikahi Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Zuhal bin Dahman dari Kinanah, dari pernikahan tersebut lahirlah Abdurrahman dan ‘Aisyah. Beliau juga menikahi Asma’ binti Umais bin Ma’add bin Taim al-Khats’amiyyah, dan sebelumnya Asma’ diperisteri oleh Ja’far bin Abi Thalib. Dari hasil pernikahan ini lahirlah Muhammad bin Abu Bakar, dan kelahiran tersebut terjadi pada waktu haji Wada’ di Dzul Hulaifah.
         Beliau juga menikahi Habibah binti Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair dari Bani al-Haris bin al-Khazraj.
         Abu Bakar pernah singgah di rumah Kharijah ketika beliau datang ke Madinah dan kemudian mempersunting putrinya, dan beliau masih terus berdiam dengannya di suatu tempat yang disebut dengan as-Sunuh hingga Rasulullah wafat dan beliau kemudian diangkat menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah. Dari pernikahan tersebut lahirlah Ummu Kaltsum setelah wafatnya Rasulullah.[7]
       Selain itu, Abu Bakar adalah seorang pemikir Makkah yang memandang penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan kepalsuan belaka, ia adalah orang yang menerima dakwah tanpa ragu dan ia adalah orang pertama yang memperkuat agama Islam serta menyiarkannya. Di samping itu ia suka melindungi golongan lemah dengan hartanya sendiri dan kelembutan hatinya.
        Di samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu nasab (pengetahuan mengenai silsilah keturunan). la menguasai dengan baik berbagai nasab kabilah dan suku-suku arab, bahkan ia juga dapat mengetahui ketinggian dan kerendahan masing-masing dalam bangsa arab.
1.1  Karakteristik dan Kepribadian Abu Bakar Ash-Shiddiq
       Abu Bakar memiliki cirri-ciri sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat, yaitu kulitnya putih kekuning luningan, wajahnya tampan, rambutnya lebat, pipinya tipis, dahinya menonjol, matanya cekung, mukanya berminyak, pinggangnya kecil, pahanya keras dan badannya kurus Begitulah karakter fisik beliau. [8]
      Adapun kepribadian Abu Bakar beliau adalah seorang yang penyang, lemah lembut dan pintar bergaul, dan memiliki sifat – sifat yang baik yang dimiliki oleh orang lain, diantaranya rendah hati (tawadhu’) dan lemah lembut. Beliau jauh dari kesombongan dihadapan seseorang baik pada zaman Jahiliyah ataupun zaman Islam, dan ketawadhu’an beliau ketika memegang tampuk kepemimpinan lebih nampak daripada beliau sebelum menjadi pemimpin (khaifah). Apabila ada yang memujinya beliau berkata, Ya Allah Engkau lebih tahu dari aku tentang diriku”, Apabila tali kekang ontanya jatuh diatas beliau diatas onta, beliau tidak meminta orang lain untuk mengambilnya melainkan turun dari ontanya dan mengambil sendiri.[9]
       Abu Bakar ketika masa jahiliyah atau masa Islam memiliki perangai yang baik dan selalu menjaga kehormatan dirinya seperti contoh misalnya beliau tidak pernah minum khamar sama sekali. Karena khamar menghilangkan kehormatan diri. Seorang bertanya, Kenapa Abu bakar tidak minum khamar pada masa jahiliyah,” mengutip dengan perkataan Abu Bakar “Aku selalu menjaga dirikudan kehormatanku karena orang yang minum khamar menghilangkan pikiran dan kehormatannya”.[10]
         Pengorbanan dan jasanya ketika di Makkah di samping harta benda ia selalu berusaha mendampingi dan melindungi Nabi Muhammad SAW ketika banyak orang kafir yang mengejeknya, bahkan ia adalah yang mendampingi Nabi Muhammad SAW pada saat hijrah ke Madinah.
        Pada saat di Madinah Abu Bakar selalu mendampingi, melindungi dan membantu Nabi Muhammad SAW dalam proses penyebaran Islam. Di samping itu banyak peperangan yang diikuti Abu Bakar selama di Madinah, seperti perang Badar, perang Uhud, perang Khandak dan sebagainya. Karena kesibukan Nabi Muhammad SAW di Madinah, maka pada saat kota Makkah berhasil ditundukkannya dan umat Islam akan menunaikan ibadah haji , maka untuk memimpin jamaah haji dipercayakan kepada Abu Bakar. Dalam banyak kesempatan Abu Bakar sering mendapatkan kepercayaan untuk mewakili dirinya, seperti pada saat Rasulullah SAW uzur (berhalangan) tidak dapat mengimami shalat di Masjidil Haram Madinah, Nabi Muhammad SAW menunjuk Abu Bakar untuk menggantikannya sebagai imam shalat.[11]

2.      Proses Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq Menjadi Khalifah
        Nabi Muhammad Saw tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. [12]
    Setelah berita wafatnya Rasulullah menyebar, para sahabat mulai bertanya-tanya mengenai siapakah yang akan menggantikan kepemimpinan umat Islam nantinya. Maka berkumpullah kaum Anshar di Balai pertemuan Bani Sa’adah di Madinah. Mereka bermaksud untuk membaiat seseorang dari kaum Anshar, yakni Sa’d bin Ubadah seorang pemimpin kaum khazraj, untuk menjabat sebagai khalifah.
    Kemudian sekelompok dari kaum muhajirin mendatangi mereka. Dalam pertemuan ini hampir saja terjadi sengketa sengit antara kelompok Anshar dan Muhajirin. Meliahat akan kondisi sengit tersebut Abu Bakar bangkit berpidato dengan berargumentasi bahwa urusan khilafah adalah urusan Quraisy. Dalam pidato tersebut Abu Bakar mengingatkan kaum Anshar bahwa bila kepemimpinan ini di jabat oleh dari suku Aus, niscaya orang-orang Khazraj akan bersaing. Ketika kaum Anshar teringat atas persaingan dan permusuhan yang terjadi di antara merekapada zaman jahiliyah dahulu, lalu merekapun sadar dan mau menerima pendapat Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar kepada mereka mencalonkan Umar atau Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Namun Umarpun menolak akan pengusulan itu dan langsung bangkit menuju Abu Bakar lalu membaiatnya sebagai khalifah seraya berkata kepadanya : Bukankah Nabi telah menyuruhmu, wahai Abu Bakar, agar mengimani kaum Muslimin dalam shalat ?  Engkaulah khalifah pengganti dan penerus beliau; kami membaiatmu sehingga kami berarti membaiat sebaik-baik orang yang paling dicintai Rasulullah dari kami semua. Setelah itu kemudian kaum Muhajirin dan Kaum Anshar berturut-turut membaiatnya. Baiat ini kemudian dinamakan dengan baiat As-Shaqifah ini dinamai baiat Al Kahshshah, karena baiat tersebut hanya dilakukan sekelompok kecil dari Kaum muslimin, yakni hanya mereka yang hadir di As Saqifah saja. Keesokan harinya duduklah Abu Bakar diatas mimbar mesjid nabawi dan sejumlah besar kaum muslimin atau secara umum kaum muslimin membaiatnya. [13]
Namun di sisi lain dalam pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama melalui pemilihan dalam satu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah nabi wafat dan sebelum jenazah beliau dimakamkan. Itulah antara lain yang menyebabkan kemarahan keluarga nabi, kuhususnya Fatimah, putri tunggal beliau. Mengapa mereka demikian terburu-buru mengambil keputusan tentang pengganti nabi sebelum pemakamandan tidak mengikut sertakan keluarga dekat nabi seperti Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan. Tetapi penyelenggaraan pertemun tersebut tidak direncanakan terlebih dahulu, dan sebaliknya berlangsung karena terdorong keadaan.[14]
Dan adapun Ali bin Abi Thalib dalam membaiat Abu Bakar  menurut banyak ahli sejarah baru berbaiat kepada Abu Bakar setelah Fatimah istri Ali, dan putrid tunggal nabi, wafat 6 bulan kemudian.[15]

3.      Permasalahan pada Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
3.1 Permasalahan Pada Masa Khalifah Abu Bakar      
Setelah Rasulullah saw wafat, dan berita kewafatannya tersiar, persoalan yang muncul dalam negeri adalah sekolompok orang madinah menyatakan kemurtadannya sambil melancarkan aksi pemberontakannya. Gerakn ini disebut dengan gerakan Riddah. [16]
Ini terjadi karena agama islam belum mendalam meresapi sanubari penduduk Jazirah Arab. Ada yang dengan alasan masuk Islam tanpa mempelajari agaa islam, adapula yang masuk islam guna menghindari perang melawan muslimin serta ada juga yang hanya ingin untuk mendapat harta rampasan perang dan nama kedudukan. [17]
Oleh karena itu maka tidak heran kemudian ketika masa permualaan kekhalifaan Abu Bakar banyak permasalahan yang timbul seperti banyaknya penduduk Jazirah Arabia yang murtad dikarenakan lemahnya Iman mereka terhadap islam. Dan selain itu banyak diantara banga Arab memandang bahwa agama Islam telah menjadikan mereka di bawah kekuasaan suku Quraisy sehingga muncullah gerakan melepaskan diri dari Islam dan tampillah suku-suku bangsa Arab yang mengaku dirinya Nabi. Dan ada lagi permasalahan yang ketiga yaitu orang-orang yang salah menafsirkan ayat –ayat Al-Quran sehingga muncullah orang-orang yang enggan untuk membayar zakat.[18]
4.      Langkah-langkah atau Kebijakan pada Masa Khalifah Abu Bakar
4.1  Memerangi Nabi palsu,orang-orang yang murtad dan tidak mengeluarkan zakat.
  Di antara pertentangan tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad (kaum Riddah),orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi Nabi seperti Musailamah Al Kazzab dari bani Hanifah di yamamah, Sajah dari bani Tamim, Al Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah ibn Khuwailid dari Bani Asad, serta beberapa pemberontakan dari beberapa kabilah.
     Abu Bakar menyampaikan wasiat kepada pasukan untuk tidak berkhianat, tidak menipu, tidak melampaui batas, tidak mencincang musuh, tidak membunuh anak-anak atau wanita atau orang lanjut usia, tidak memotong kambing atau unta kecuali untuk dimakan. [19]
        Menurut Salman Ghanim, bahwa perang Riddah bukan karena keluar dari agama atau pindah dari satu kepercayaan ke kepercayaan lain, melainakn lebih dari itu merupakan pemberontakan atau aksi separatism atas sebuah Negara. Baik Negara itu berlandaskan Islam atau bukan, jadi Riddah lebih merupakan wacana atau diskursus politik dari sebuah wacana agama[20]
      Menurut  Akhmad Sahal upaya Abu Bakar memerangi nabi palsu yaitu diantaranya adalah Musaylamah tidak semata-mata karena mengaku Nabi, tapi juga dengan kejamnya telah membunuh seorang sahabat Rasulullah bernama Habib bin Zaid, utusan Nabi yang ditangkap oleh Musailamah saat melakukan perjalanan dari Bahrain ke Makkah. Musailamah menangkap Habib bin Zaid dan bertanya kepadanya: apakah kamu bersaksi Muhammad adalah utusan Allah? Habib menjawab ya. Lalu Musailamah melanjutkan, “apakah kamu bersaksi Musailamah adalah utusan Allah? Habib menjawab, saya tidak pernah dengar (tentang itu). Lantas Musailamah memutilasi tubuh Habib sampai dia meninggal.”[21]
     Pembunuhan sadis yang dilakukan oleh Musaylamah terhadap Habib bin Zaid ini jelas menandakan adanya aksi makar dari pihak Musaylamah terhadap otoritas Nabi, yang kemudian berkembang menjadi pemberontakan terhadap pemerintahan khalifah Abu Bakar.
4.2  Pengumpulan Al-Qur’an
          Selama peperangan Riddah, banyak dari penghafal Al-Qur’an yang tewas. Karena orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Qur’an, Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi dari Al-Qur’an akan musnah. Karena itu, menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Al-Qur’an kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Tsabit karena beliau paling bagus Hafalannya. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu Bakar.[22]
4.3  Ilmu Pengetahuan
     Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan Kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasul terdekat.
         Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an dan lain sebagainya.
4.4  Ada beberapa kebijakan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
4.4.1        Bidang eksekutif
       Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, dan Zaid bin tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Serta Umar bin Khathab sebagai hakim Agung.[23] Untuk daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi ditunjuk seorang amir. Antara lain ;
·       Itab bin Asid menjadi Amir dikota Mekkah, amir yang diangkat pada masa Nabi
·       Ustman bin Abi Al-Ash, amir untuk kota Thaif, diangkat pada masa nabi
·       Al-Muhajir bin Abi Umayyah, amir untuk San’a
·        Ziad bin Labid, amir untuk Hadramaut
·       Ya’la bin Umayyah, amir untuk khaulan
·       Abu Musa Al-Ansyari, amir untuk zubaid dan rima’
·       Muaz bin Jabal, Amir untuk Al-Janad
·       Jarir bin Abdullah, amir untuk Najran
·       Abdullah bin Tsur, amir untuk Jarasy
·       Al-Ula bin hadrami, amir untuk Bahrain, sedangakn untuk Iraq dan Syam (Syria) dipercayakan kepada para pemimpin Militer.
4.4.2        Pertahanan dan Keamanan
        Dengan mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ditunjuk adalah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.[24]
4.4.3        Yudikatif
       Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khathab dan selama masa pemerintahan Abu bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat dikala itu dikenal ‘alim.
4.4.4        Sosial Ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al-Mal, di dalamnya dikelola harta benda yang didapat dari zakat, infak, sedekah, harta rampasan, dan lain-lain. Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan ummat sesuai dengan aturan yang ada.[25]
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengangkatan khalifah dilakukan secara musyawarah dengan aklamasi menerima dan mengangkat Abu bakar. Allah sendiri berfirman :
والذين استجابوا لربهم واقاموا الصلاة وامرهم شوري بينهم ومما رذقننهم ينفقون
“Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) denngan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagaian dari rizki yang kami berikan kepada mereka”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa khalifah Abu bakar diangkat menjadi Khalifah dengan jalan Musyawarah, walaupun diantara Sahabat ada yang tidak ikut dalam pembai’atan dan pada akhirnya mereka melakukan sumpah setia. Dengan demikian, secara nyata, pengangkatan Abu bakar sebagai khalifah disetujui.

5.      Kemajuan Kebudayaan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar
5.1  Penyebaran dan Kekuasaan Islam
Islam pada hakikatnya adalah agama dakwah, artinya agama yang harus dikembangkan dan didakwahkan. Terdapat dua pola pengembangan wilayah Islam, yaitu dengan dakwah dan perang. Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan jazirah Arabiah, Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri.
Pada masa itu, di luar kekuasaan Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu keberadaan Islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara Islam untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghambat perkembangan Islam dengan cara membunuh sahabat Nabi. Dengan demikian cikal bakal perang yang dilakukan oleh ummat Islam setuju untuk berperang demi mempertahankan Islam. [26]
Pada tahap pertama, Abu Bakar terlebih dahulu menaklukkan persia. Pada bulan Muharram tahun 12 H (633 M), ekspedisi ke luar Jazirah Arabia di mulai. Musanna dan pasukannya dikirim ke persia menghadapi perlawanan sengit dari tentara kerajaan Persia. Mengetahui hal itu, Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid yang sedang berada di Yamamah untuk membawa pasukannya membantu Musanna. Gabungan kedua pasukan ini segera bergerak menuju wilayah persia. Kota Ubullah yang terletak di pantai teluk Persia, segera duserbu. Pasukan Persia berhasil diporak-porandakan. Perang ini dalam sejarah Islam disebut dengan Mauqi’ah Zat as-Salasil artinya peristiwa untaian Rantai.
Pada tahap kedua, Abu Bakar berupaya menaklukkan Kerajaan Romawi dengan membentuk empat barisan pasukan. Masing-masing kelompok dipimpin seorang panglima dengan tugas menundukkan daerah yang telah ditentukan. Kempat kelompok tentara dan panglimanya itu adalah sebagai berikut :
-          Abu Ubaidah bin Jarrah bertugas di daerah Homs, Suriah Utara, dan Antiokia
-          Amru bin Ash mendapat perintah untuk menaklukkan wilayah Palestina yang saat itu berada di bawah kekuasaan Romawi Timur.
-           Syurahbil bin Sufyan diberi wewenang menaundukkan Tabuk dan Yordania.
-          Yazid bin Abu Sufyan mendapat perintah untuk menaklukkan Damaskus dan Suriah Selatan.
Perjuangan tentara-tentara Muslim tersebut untuk menaklukkan Persia dan Romawi baru tuntas pada mas ke khalifaan Umar bin khathab.
5.2  Peradaban Islam
Bentuk peradaban yang paling besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin. Hal yang dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah Syahidnya beberapa orang penghapal Al-Qur’an pada perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kainya penghimpunan ini. Sejak saat itulah Al-Qur’an dikumpulkan pada satu Mushaf.[27]
Selain itu, peradaban Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi pada beberapa Tahapan, yaitu sebagai berikut :
-          Dalam bidang penataan sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak, dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, serta harta ghanimah yang dihasilkan dari rampasan perang dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul Mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhaq menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an.
-          Praktik pemerintahan khalifah Abu Bakar yang terpenting adalah suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk umar sebagai penggantinya. Ada beberapa faktor Abu Bakar menunjuk atau mencalonkan Umar menjadi Khalifah. Faktor utama adalah kekhawatiran akan terulang kembali peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqilah Bani Saidah yang nyaris menyulut umat Islam kejurang perpecahan, bila tidak merujuk seorang untuk menggantikannya. Dari penunjukan Umar tersebut, ada beberapa hal yang perlu dicatat :
-            Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan asa musyawarah. Ia lebih dahulu mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin.
-            Abu Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya ataupun kerabatnya, melainkan memilih seorang yang mempunyai nama dan mendapat tempat dihati masyarakat serta disegani oleh rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
-            Umar menjadi khilafah sepeninggal Abu Bakar berjalan dengan baik dalam suatu baiat umum dan terbuka tanpa ada pertentangan di kalangan kaum muslimin.[28]






BAB III
PENUTUP
6.      Kesimpulan
Setelah Rasulullah wafat, umat Islam berada di ambang pintu perpecahan. Abu Bakar yang saat itu berada dalam pihak yang benar, ketika melihat kondisi yang cukup tegang, beliau berhasil menarik hati kaum Anshar dan mengawali pidatonya dengan melunakkan hati Anshar dan menengakan keadaan.
   Abu Bakar telah memberikan contohnya, bahwa kebenaran haruslah disampaikan dengan cara yang benar sehingga tidak malah menimbulkan perpecahan yang justru merugikan. Begitulah kebenaran yang disampaikan dengan jalan yang tidak benar akan sulit untuk membuahkan kebaikan.
Prinsip-prinsip dalam Islam, dilukiskan Abu Bakar dengan mendorong kaum Muslimin memerangi orang-orang yang ingin menghancurkan Islam seperti halnya orang-orang murtad, orang-orang yang enggan membayar zakat, dan orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi. Oleh karena itu Abu Bakar melaksanakan perang Riddah untuk menyelamatkan Islam dari kehancuran.


DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim Hasan, Hasan. 2001. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta : Kalam Mulia
Mahmud Al Aqqad, Abbas, 2001.  Kejeniusan Abu Bakar. Jakarta: Pustaka Azzam
Sjadzali, Munawir. 1993. Islam dan Tata Negara ajaran, sejarah dan pemikiran, Jakarta: UI-Press

Musyarif & Ahdar, 2014. Sejarah Peradaban Islam I. Parepare : Lembah Harapan Press.

Yatim, Badri. 2014. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : RajGrafindo Persada.
Syalabi, A. 2007. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta : Pustaka Al Husna Baru
“ Abu Bakar Ash ShiddiqWikipedia. Id.m.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakar_Ash_Shiddiq  
Moqsith, Abdul Ghazali, 2009. Argumen Pluralisme Agama, Jakarta : PT Katakita

Abdur Rahim, Makalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. http://rohimzoom.blogspot.com/2014/01/makalah-abu-bakar-ash-shiddiq.html (5 Mei 2015)

Akhmad Sahal, Sikap Terhadap Nabi Palsu.diakses : islamlib.com/?site=1&aid=1472&cat=content&cid=11&title=sikap-nabi-terhadap-nabi-palsu (5 Mei 2015)

Makalah-ibnu.blogspot.in/2008/10/kemajuan-islam-pada-masa-abu-bakar-as.html?m=1  (5 Mei 2015)


                [1] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Kalam Mulia : Jakarta,2001), hal 393
[2]“ Abu Bakar Ash Shiddiq”Wikipedia. Id.m.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakar_Ash_Shiddiq
[3] Abdur Rahim, Makalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. http://rohimzoom.blogspot.com/2014/01/makalah-abu-bakar-ash-shiddiq.html (5 Mei 2015)
[4] Abbas Mahmud Al Aqqad, kejeniusan Abu Bakar (Pustaka Azzam:Jakarta, 2001), hal 28.
[5] Hasan Ibrahim Hasan, Op.Cit. hal 394
[6] Abdur Rahim. Loc.Cit.
[7] Ibid
[8] Abbas Mahmud Al Aqqad, Op.Cit. hal 58
[9] Ibid. hal 59
[10] Ibid. hal 61
[11] Makalah-ibnu.blogspot.in/2008/10/kemajuan-islam-pada-masa-abu-bakar-as.html?m=1          
[12] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (RajGrafindo Persada: Jakarta, 2014), hal 35
[13] Hasan Ibrahim Hasan, Op.Cit. hal 396-397
[14] Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara ajaran, sejarah dan pemikiran, (UI-Press : Jakarta, 1993), hal 21
[15] Ibid,hal 23
[16]  Musyarif & Ahdar, Sejarah Peradaban Islam I, (Lembah Harapan Press: Parepare, 2014), hal  74
[17] A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Pustaka Al Husna Baru : Jakarta, 2007), hal 196
[18] Ibid. hal 197-198
[19] Abdur Rahim. Loc.Cit.                                      
[20] Abdul Moqsith Ghazali, Argumen Plurlisme Agama, (PT Katakita : Jakarta,2009), hal 237.
[21] Akhmad Sahal, Sikap Terhadap Nabi Palsu.diakses : islamlib.com/?site=1&aid=1472&cat=content&cid=11&title=sikap-nabi-terhadap-nabi-palsu
[22] Abdur Rahim. Loc.Cit.
[23]Ibid
[24] Ibid
[25]Ibid
[26]Ibid
[27] Ibid
[28] Ibid 
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar