Kekhalifaan dan Pribadi Abu Bakar Ash-Shiddiq
“SEJARAH PERADABAN ISLAM”
Oleh
Muhammad Ayyub Syamsul
13.1100.145
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PAREPARE
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini, yang mana
pembuatan makalah ini bertujuan memberikan sedikit dari luasnya pembahasan
Sejarah Kebudayaan Islam. Dan kali ini penyusun membahas tentang sahabat Nabi
yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dalam makalah ini dipaparkan kehidupan beliau saat
bersama Rasulullah dan saat beliau menjadi Khalifah yang pertama umat Islam.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penyusun harapkan baik
dosen maupun rekan-rekan sekalian guna menjadikan makalah ini lebih baik lagi.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . i
Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Latar Belakang . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Rumusan Masalah . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Pembahasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
Proses Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq Menjadi Khalifah . . . 8
Permasalahan pada Masa Khalifah Abu
Bakar . . . . . . . . . . . . . . . . .
10
Langkah-langkah atau Kebijakan pada
Masa Khalifah Abu Bakar . . . 11
Kemajuan Kebudayaan pada Masa
Khalifah Abu Bakar . . . . . . . . . . .
16
Penutup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan
sahabat Nabi yang menjadi salah satu orang yang mendapat gelar Ash-Shiddiq
lantaran beliau lah orang yang membenarkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj
Rasulullah.
Sesaat setelah beliau wafat, situasi
di kalangan umat Islam sempat kacau. Dua kelompok yang merasa paling berhak dicalonkan sebagai pengganti nabi
Muhammad SAW adalah kaum Muhajirin dan kaum Anshar.Kaum Muhajirin berpendapat
bahwa merekalah yang berhak menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW. Mereka
mengemukakan alasan bahwa kaum Muhajirin adalah orang-orang pertama yang
menerima islam dan berjuang bersama Nabi Muhammad SAW. Di pihak lain, kaum Anshar berpendapat bahwa mereka adalah yang paling
tepat menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW. Mereka mengemukakan alasan bahwa
islam dapat berkembang dan mengalami masa kejayaan setelah Nabi hijrah ke
Madinah dan mendapat pertolongan kaum Anshar, kaum anshar kemudian mengusulkan
Sa’ad bin Ubadah sebagai pengganti.
Perbedaan pendapat antara dua
kelompok tersebut akhirnya dapat diselesaikan secara damai setelah Umar bin
Khatab membaiat Abu
Bakar. Setelah pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq
menjadi khalifah, umat islam mendapat pemimpin baru yang mengatur segala
permasalahan kehidupan. Di masa pemerintahan beliau terdapat beberapa peristiwa
penting seperti munculnya nabi palsu, penolakan untuk mengeluarkan zakat dan
sebagainya. Gejolak dan pembangkangan yang ada dapat ditangani beliau dengan
baik.
2. Rumusan Masalah
2.1 Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq
2.2
Proses
pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi Khalifah
2.3
Permasalahan
yang timbul di kalangan umat Islam dan langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar
Ash-Shiddiq mengatasinya
2.4
Kemajuan
kebudayaan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
BAB II
PEMBAHASAN
1. Biografi Abu Bakar
Abu bakar pada zaman Jahiliyah ia dinamai
Abdul Ka’bah, kemudian Rasuullah menamainya Abdullah diapun dijuluki Al –Atiq juga As Shiddiq karena bergegas
membenarkan kerasulan Rasulullah terutama keesokan hari dari peristiwa Isra.
Abu Bakar dilahirkan di Makkah dua tahun beberapa bulan sesudah tahun gajah. [1]
atau oktober 573 M dan meniggal 23 Agusus 634 Madinah Oleh karena itu Abu Bakar
dikenal lebih mudah dua tahun dibanding Rasulullah Saw dan adapun Abu Bakar
menjadi Khalifah Islam yang pertama pda tahun 632 hingga tahun 634.[2]
Sebelum masuk Islam, ia dipanggil dengan sebutan Abdul Ka’bah. Ibundanya bernazar akan memberikan anak
laki-lakinya yang hidup untuk mengabdi pada Ka’bah. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya dengan
sebutan Abdullah. Nama Abu Bakar sendiri konon berasal dari predikat pelopor
dalam Islam. Bakar berarti dini atau awal[3]. Setelah Abu Bakar lahir dan besar ia diberi nama lain; Atiq. Nama ini
diambil karena
wajahnya yang tampan. Gelar tesebut dari kata kata “Ataqah” yaitu segala yang
baik, tetapi ada juga yang berpendapat kata tersebut berasal dari kata “Al
Itqu” (membebaskan) karena setelah lahir ibunya membawa ke ka’bah dan berdoa
kepada Tuhan agar anaknya dibebaskan dari api neraka.[4]
Ternyata keislaman Abu Bakar paling banyak membawa manfaat besar terhadap
Islam dan kaum muslimin dibandingkan dengan keislaman selainnya, karena
kedudukannya yang tinggi dan semangat serta kesungguhannya dalam berdakwah.
Dengan keislamannya maka masuk
mengikutinya tokoh-tokoh besar yang masyhur seperti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad
bin Abi Waqqas, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Talhah bin Ubaidillah.[5]
Nama Abu Bakar ash-Shiddiq sebenarnya adalah Abdullah bin Usman bin Amir
bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib
bin Fihr al-Qurasy at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi pada kakeknya Murrah
bin Ka’ab bin Lu’ai.
Dan ibunya adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin
Sa’ad bin Taim. Berarti ayah dan ibunya berasal dari kabilah Bani Taim. Ayahnya diberi kuniyah (sebutan panggilan) Abu Quhafah. Dan pada masa
jahiliyyah Abu Bakar ash-Shiddiq digelari Atiq. Imam Thabari menyebutkan dari
jalur Ibnu Luhai’ah bahwa anak-anak dari Abu Quhafah tiga orang, pertama Atiq
(Abu Bakar), kedua Mu’taq dan ketiga Utaiq.[6]
Abu Bakar pernah menikahi Qutailah binti Abd al-Uzza bin Abd bin As’ad pada
masa Jahiliyyah dan dari pernikahan tersebut lahirlah Abdullah dan Asma’.
Beliau juga menikahi Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Zuhal bin Dahman
dari Kinanah, dari pernikahan tersebut lahirlah Abdurrahman dan ‘Aisyah. Beliau juga menikahi Asma’ binti Umais bin Ma’add bin Taim al-Khats’amiyyah,
dan sebelumnya Asma’ diperisteri oleh Ja’far bin Abi Thalib. Dari hasil pernikahan ini lahirlah Muhammad bin Abu Bakar, dan kelahiran
tersebut terjadi pada waktu haji Wada’ di Dzul Hulaifah.
Beliau juga menikahi Habibah binti Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair dari
Bani al-Haris bin al-Khazraj.
Abu Bakar pernah singgah di rumah Kharijah ketika beliau datang ke Madinah
dan kemudian mempersunting putrinya, dan beliau masih terus berdiam dengannya
di suatu tempat yang disebut dengan as-Sunuh hingga Rasulullah wafat dan beliau
kemudian diangkat menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah. Dari pernikahan
tersebut lahirlah Ummu Kaltsum setelah wafatnya Rasulullah.[7]
Selain itu, Abu Bakar adalah
seorang pemikir Makkah yang memandang penyembahan berhala itu suatu kebodohan
dan kepalsuan belaka, ia adalah orang yang menerima dakwah tanpa ragu dan ia
adalah orang pertama yang memperkuat agama Islam serta menyiarkannya. Di
samping itu ia suka melindungi golongan lemah dengan hartanya sendiri dan
kelembutan hatinya.
Di samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu
nasab (pengetahuan mengenai silsilah keturunan). la menguasai dengan baik
berbagai nasab kabilah dan suku-suku arab, bahkan ia juga dapat mengetahui
ketinggian dan kerendahan masing-masing dalam bangsa arab.
1.1 Karakteristik dan
Kepribadian Abu
Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar memiliki
cirri-ciri sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat, yaitu kulitnya putih
kekuning luningan, wajahnya tampan, rambutnya lebat, pipinya tipis, dahinya
menonjol, matanya cekung, mukanya berminyak, pinggangnya kecil, pahanya keras
dan badannya kurus Begitulah karakter fisik beliau. [8]
Adapun kepribadian Abu Bakar beliau adalah seorang yang penyang, lemah
lembut dan pintar bergaul, dan memiliki sifat – sifat yang baik yang dimiliki
oleh orang lain, diantaranya rendah hati (tawadhu’) dan lemah lembut. Beliau
jauh dari kesombongan dihadapan seseorang baik pada zaman Jahiliyah ataupun
zaman Islam, dan ketawadhu’an beliau ketika memegang tampuk kepemimpinan lebih
nampak daripada beliau sebelum menjadi pemimpin (khaifah). Apabila ada yang
memujinya beliau berkata, Ya Allah Engkau lebih tahu dari aku tentang diriku”,
Apabila tali kekang ontanya jatuh diatas beliau diatas onta, beliau tidak
meminta orang lain untuk mengambilnya melainkan turun dari ontanya dan
mengambil sendiri.[9]
Abu Bakar ketika masa jahiliyah atau
masa Islam memiliki perangai yang baik dan selalu menjaga kehormatan dirinya
seperti contoh misalnya beliau tidak pernah minum khamar sama sekali. Karena
khamar menghilangkan kehormatan diri. Seorang bertanya, Kenapa Abu bakar tidak
minum khamar pada masa jahiliyah,” mengutip dengan perkataan Abu Bakar “Aku
selalu menjaga dirikudan kehormatanku karena orang yang minum khamar
menghilangkan pikiran dan kehormatannya”.[10]
Pengorbanan dan jasanya ketika di
Makkah di samping harta benda ia selalu berusaha mendampingi dan melindungi
Nabi Muhammad SAW ketika banyak orang kafir yang mengejeknya, bahkan ia adalah
yang mendampingi Nabi Muhammad SAW pada saat hijrah ke Madinah.
Pada saat di Madinah Abu Bakar
selalu mendampingi, melindungi dan membantu Nabi Muhammad SAW dalam proses
penyebaran Islam. Di samping itu banyak peperangan yang diikuti Abu Bakar
selama di Madinah, seperti perang Badar, perang Uhud, perang Khandak dan
sebagainya. Karena kesibukan Nabi Muhammad SAW di Madinah, maka pada saat kota
Makkah berhasil ditundukkannya dan umat Islam akan menunaikan ibadah haji ,
maka untuk memimpin jamaah haji dipercayakan kepada Abu Bakar. Dalam banyak
kesempatan Abu Bakar sering mendapatkan kepercayaan untuk mewakili dirinya, seperti
pada saat Rasulullah SAW uzur (berhalangan) tidak dapat mengimami shalat di
Masjidil Haram Madinah, Nabi Muhammad SAW menunjuk Abu Bakar untuk
menggantikannya sebagai imam shalat.[11]
2.
Proses
Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq Menjadi Khalifah
Nabi Muhammad Saw tidak meninggalkan
wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik
umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan
tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. [12]
Setelah berita wafatnya
Rasulullah menyebar, para sahabat mulai bertanya-tanya mengenai siapakah yang
akan menggantikan kepemimpinan umat Islam nantinya. Maka
berkumpullah kaum Anshar di Balai pertemuan Bani Sa’adah di Madinah. Mereka
bermaksud untuk membaiat seseorang dari kaum Anshar, yakni Sa’d bin Ubadah
seorang pemimpin kaum khazraj, untuk menjabat sebagai khalifah.
Kemudian sekelompok dari kaum muhajirin mendatangi mereka. Dalam
pertemuan ini hampir saja terjadi sengketa sengit antara kelompok Anshar dan
Muhajirin. Meliahat akan kondisi sengit tersebut Abu Bakar bangkit berpidato
dengan berargumentasi bahwa urusan khilafah adalah urusan Quraisy. Dalam pidato
tersebut Abu Bakar mengingatkan kaum Anshar bahwa bila kepemimpinan ini di
jabat oleh dari suku Aus, niscaya orang-orang Khazraj akan bersaing. Ketika
kaum Anshar teringat atas persaingan dan permusuhan yang terjadi di antara
merekapada zaman jahiliyah dahulu, lalu merekapun sadar dan mau menerima
pendapat Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar kepada mereka mencalonkan Umar atau Abu
Ubaidah bin Al Jarrah. Namun Umarpun menolak akan pengusulan itu dan langsung
bangkit menuju Abu Bakar lalu membaiatnya sebagai khalifah seraya berkata
kepadanya : Bukankah Nabi telah menyuruhmu, wahai Abu Bakar, agar mengimani
kaum Muslimin dalam shalat ? Engkaulah
khalifah pengganti dan penerus beliau; kami membaiatmu sehingga kami berarti
membaiat sebaik-baik orang yang paling dicintai Rasulullah dari kami semua.
Setelah itu kemudian kaum Muhajirin dan Kaum Anshar berturut-turut membaiatnya.
Baiat ini kemudian dinamakan dengan baiat As-Shaqifah ini dinamai baiat Al
Kahshshah, karena baiat tersebut hanya dilakukan sekelompok kecil dari Kaum
muslimin, yakni hanya mereka yang hadir di As Saqifah saja. Keesokan harinya
duduklah Abu Bakar diatas mimbar mesjid nabawi dan sejumlah besar kaum muslimin
atau secara umum kaum muslimin membaiatnya. [13]
Namun di sisi lain dalam
pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama melalui pemilihan dalam
satu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah nabi wafat dan sebelum
jenazah beliau dimakamkan. Itulah antara lain yang menyebabkan kemarahan
keluarga nabi, kuhususnya Fatimah, putri tunggal beliau. Mengapa mereka demikian
terburu-buru mengambil keputusan tentang pengganti nabi sebelum pemakamandan
tidak mengikut sertakan keluarga dekat nabi seperti Ali bin Abi Thalib dan
Utsman bin Affan. Tetapi penyelenggaraan pertemun tersebut tidak direncanakan
terlebih dahulu, dan sebaliknya berlangsung karena terdorong keadaan.[14]
Dan adapun Ali bin Abi Thalib dalam
membaiat Abu Bakar menurut banyak ahli
sejarah baru berbaiat kepada Abu Bakar setelah Fatimah istri Ali, dan putrid
tunggal nabi, wafat 6 bulan kemudian.[15]
3.
Permasalahan pada Masa
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
3.1 Permasalahan Pada Masa
Khalifah Abu Bakar
Setelah
Rasulullah saw wafat, dan berita kewafatannya tersiar, persoalan yang muncul
dalam negeri adalah sekolompok orang madinah menyatakan kemurtadannya sambil
melancarkan aksi pemberontakannya. Gerakn ini disebut dengan gerakan Riddah. [16]
Ini
terjadi karena agama islam belum mendalam meresapi sanubari penduduk Jazirah
Arab. Ada yang dengan alasan masuk Islam tanpa mempelajari agaa islam, adapula
yang masuk islam guna menghindari perang melawan muslimin serta ada juga yang
hanya ingin untuk mendapat harta rampasan perang dan nama kedudukan. [17]
Oleh
karena itu maka tidak heran kemudian ketika masa permualaan kekhalifaan Abu
Bakar banyak permasalahan yang timbul seperti banyaknya penduduk Jazirah Arabia
yang murtad dikarenakan lemahnya Iman mereka terhadap islam. Dan selain itu
banyak diantara banga Arab memandang bahwa agama Islam telah menjadikan mereka
di bawah kekuasaan suku Quraisy sehingga muncullah gerakan melepaskan diri dari
Islam dan tampillah suku-suku bangsa Arab yang mengaku dirinya Nabi. Dan ada
lagi permasalahan yang ketiga yaitu orang-orang yang salah menafsirkan ayat
–ayat Al-Quran sehingga muncullah orang-orang yang enggan untuk membayar zakat.[18]
4. Langkah-langkah
atau Kebijakan pada Masa Khalifah Abu Bakar
4.1 Memerangi Nabi palsu,orang-orang yang murtad dan tidak mengeluarkan zakat.
Di antara pertentangan tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad
(kaum Riddah),orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, orang-orang yang
mengaku menjadi Nabi seperti Musailamah Al Kazzab dari bani Hanifah di yamamah,
Sajah dari bani Tamim, Al Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah ibn Khuwailid
dari Bani Asad, serta beberapa pemberontakan dari beberapa kabilah.
Abu Bakar menyampaikan wasiat kepada pasukan untuk tidak berkhianat, tidak
menipu, tidak melampaui batas, tidak mencincang musuh, tidak membunuh anak-anak
atau wanita atau orang lanjut usia, tidak memotong kambing atau unta kecuali
untuk dimakan. [19]
Menurut Salman Ghanim, bahwa
perang Riddah bukan karena keluar
dari agama atau pindah dari satu kepercayaan ke kepercayaan lain, melainakn
lebih dari itu merupakan pemberontakan atau aksi separatism atas sebuah Negara.
Baik Negara itu berlandaskan Islam atau bukan, jadi Riddah lebih merupakan wacana atau diskursus politik dari sebuah
wacana agama[20]
Menurut
Akhmad Sahal upaya Abu Bakar memerangi nabi palsu yaitu diantaranya
adalah Musaylamah tidak semata-mata karena mengaku Nabi, tapi juga dengan
kejamnya telah membunuh seorang sahabat Rasulullah bernama Habib bin Zaid,
utusan Nabi yang ditangkap oleh Musailamah saat melakukan perjalanan dari
Bahrain ke Makkah. Musailamah menangkap Habib bin Zaid dan bertanya kepadanya:
apakah kamu bersaksi Muhammad adalah utusan Allah? Habib menjawab ya. Lalu
Musailamah melanjutkan, “apakah kamu bersaksi Musailamah adalah utusan Allah?
Habib menjawab, saya tidak pernah dengar (tentang itu). Lantas Musailamah
memutilasi tubuh Habib sampai dia meninggal.”[21]
Pembunuhan sadis yang dilakukan oleh
Musaylamah terhadap Habib bin Zaid ini jelas menandakan adanya aksi makar dari
pihak Musaylamah terhadap otoritas Nabi, yang kemudian berkembang menjadi
pemberontakan terhadap pemerintahan khalifah Abu Bakar.
4.2 Pengumpulan Al-Qur’an
Selama peperangan Riddah, banyak dari penghafal Al-Qur’an yang tewas.
Karena orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Qur’an, Umar cemas
jika bertambah lagi angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi dari
Al-Qur’an akan musnah. Karena itu, menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu
“kumpulan” Al-Qur’an kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn
Tsabit karena beliau paling bagus Hafalannya. Para ahli sejarah menyebutkan
bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu
Bakar.[22]
4.3 Ilmu Pengetahuan
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari
segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam
terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan
lain sebagainya. Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis
ini disebut dengan Kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk
setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan
oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini
adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para
sahabat Rasul terdekat.
Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng
pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai
tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an dan lain sebagainya.
4.4 Ada beberapa kebijakan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan, yang
dapat diuraikan sebagai berikut:
4.4.1
Bidang
eksekutif
Pendelegasian
terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya untuk
pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, dan Zaid bin
tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Serta Umar bin
Khathab sebagai hakim Agung.[23]
Untuk daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap
provinsi ditunjuk seorang amir. Antara lain ;
· Itab bin Asid menjadi Amir dikota Mekkah, amir yang diangkat pada masa Nabi
· Ustman bin Abi Al-Ash, amir untuk kota Thaif, diangkat pada masa nabi
· Al-Muhajir bin Abi Umayyah, amir untuk San’a
·
Ziad bin Labid, amir untuk Hadramaut
·
Ya’la bin Umayyah, amir untuk khaulan
·
Abu Musa Al-Ansyari, amir untuk zubaid dan rima’
· Muaz bin Jabal, Amir untuk Al-Janad
· Jarir bin Abdullah, amir untuk Najran
· Abdullah bin Tsur, amir untuk Jarasy
· Al-Ula bin hadrami, amir untuk Bahrain, sedangakn untuk Iraq dan Syam (Syria) dipercayakan kepada para pemimpin Militer.
4.4.2
Pertahanan dan
Keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan
eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara
stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ditunjuk
adalah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan,
dan lain-lain.[24]
4.4.3
Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khathab dan selama masa
pemerintahan Abu bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk
dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat
dikala itu dikenal ‘alim.
4.4.4
Sosial Ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al-Mal,
di dalamnya dikelola harta benda yang didapat dari zakat, infak, sedekah, harta
rampasan, dan lain-lain. Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai
negara dan untuk kesejahteraan ummat sesuai dengan aturan yang ada.[25]
Dari pembahasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa pengangkatan khalifah dilakukan secara musyawarah dengan
aklamasi menerima dan mengangkat Abu bakar. Allah sendiri berfirman :
والذين استجابوا
لربهم واقاموا الصلاة وامرهم شوري بينهم ومما رذقننهم ينفقون
“Dan bagi
orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka (diputuskan) denngan musyawarah antara mereka, dan mereka
menafkahkan sebagaian dari rizki yang kami berikan kepada mereka”.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa khalifah Abu bakar diangkat menjadi Khalifah dengan jalan
Musyawarah, walaupun diantara Sahabat ada yang tidak ikut dalam pembai’atan dan
pada akhirnya mereka melakukan sumpah setia. Dengan demikian, secara nyata,
pengangkatan Abu bakar sebagai khalifah disetujui.
5. Kemajuan Kebudayaan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar
5.1
Penyebaran dan Kekuasaan Islam
Islam pada hakikatnya adalah agama dakwah, artinya agama yang harus
dikembangkan dan didakwahkan. Terdapat dua pola pengembangan wilayah Islam,
yaitu dengan dakwah dan perang. Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan
jazirah Arabiah, Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri.
Pada masa itu, di luar kekuasaan Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang
dinilai dapat menganggu keberadaan Islam, baik secara politisi maupun agama.
Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan
tentara Islam untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap
mereka sangat membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan
menghambat perkembangan Islam dengan cara membunuh sahabat Nabi. Dengan
demikian cikal bakal perang yang dilakukan oleh ummat Islam setuju untuk
berperang demi mempertahankan Islam. [26]
Pada tahap pertama, Abu Bakar terlebih dahulu menaklukkan persia. Pada
bulan Muharram tahun 12 H (633 M), ekspedisi ke luar Jazirah Arabia di mulai.
Musanna dan pasukannya dikirim ke persia menghadapi perlawanan sengit dari
tentara kerajaan Persia. Mengetahui hal itu, Abu Bakar segera memerintahkan
Khalid bin Walid yang sedang berada di Yamamah untuk membawa pasukannya
membantu Musanna. Gabungan kedua pasukan ini segera bergerak menuju wilayah
persia. Kota Ubullah yang terletak di pantai teluk Persia, segera duserbu.
Pasukan Persia berhasil diporak-porandakan. Perang ini dalam sejarah Islam
disebut dengan Mauqi’ah Zat as-Salasil artinya peristiwa untaian Rantai.
Pada tahap kedua, Abu Bakar berupaya menaklukkan Kerajaan Romawi dengan
membentuk empat barisan pasukan. Masing-masing kelompok dipimpin seorang
panglima dengan tugas menundukkan daerah yang telah ditentukan. Kempat kelompok
tentara dan panglimanya itu adalah sebagai berikut :
-
Abu Ubaidah bin
Jarrah bertugas di daerah Homs, Suriah Utara, dan Antiokia
-
Amru bin Ash
mendapat perintah untuk menaklukkan wilayah Palestina yang saat itu berada di
bawah kekuasaan Romawi Timur.
-
Syurahbil bin
Sufyan diberi wewenang menaundukkan Tabuk dan Yordania.
-
Yazid bin Abu
Sufyan mendapat perintah untuk menaklukkan Damaskus dan Suriah Selatan.
Perjuangan tentara-tentara Muslim
tersebut untuk menaklukkan Persia dan Romawi baru tuntas pada mas ke khalifaan
Umar bin khathab.
5.2 Peradaban Islam
Bentuk peradaban yang paling besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja
besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan
Al-Qur’an. Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk
menghimpun Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum
muslimin. Hal yang dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an
setelah Syahidnya beberapa orang penghapal Al-Qur’an pada perang Yamamah.
Umarlah yang mengusulkan pertama kainya penghimpunan ini. Sejak saat itulah
Al-Qur’an dikumpulkan pada satu Mushaf.[27]
Selain itu, peradaban Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu
Bakar terbagi pada beberapa Tahapan, yaitu sebagai berikut :
-
Dalam bidang
penataan sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial
masyarakat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak, dan
sedekah yang berasal dari kaum muslimin, serta harta ghanimah yang dihasilkan
dari rampasan perang dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan
baitul Mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini
dibagikan untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan
kepada rakyat yang berhaq menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an.
-
Praktik
pemerintahan khalifah Abu Bakar yang terpenting adalah suksesi kepemimpinan
atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk umar sebagai penggantinya. Ada
beberapa faktor Abu Bakar menunjuk atau mencalonkan Umar menjadi Khalifah.
Faktor utama adalah kekhawatiran akan terulang kembali peristiwa yang sangat
menegangkan di Tsaqilah Bani Saidah yang nyaris menyulut umat Islam kejurang
perpecahan, bila tidak merujuk seorang untuk menggantikannya. Dari penunjukan Umar tersebut, ada beberapa hal yang perlu dicatat :
-
Abu Bakar dalam
menunjuk Umar tidak meninggalkan asa musyawarah. Ia lebih dahulu mengadakan
konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin.
-
Abu Bakar tidak
menunjuk salah seorang putranya ataupun kerabatnya, melainkan memilih seorang
yang mempunyai nama dan mendapat tempat dihati masyarakat serta disegani oleh
rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
-
Umar menjadi
khilafah sepeninggal Abu Bakar berjalan dengan baik dalam suatu baiat umum dan
terbuka tanpa ada pertentangan di kalangan kaum muslimin.[28]
BAB III
PENUTUP
6. Kesimpulan
Setelah Rasulullah wafat, umat
Islam berada di ambang pintu perpecahan. Abu Bakar yang saat itu berada dalam
pihak yang benar, ketika melihat kondisi yang cukup tegang, beliau berhasil
menarik hati kaum Anshar dan mengawali pidatonya dengan melunakkan hati Anshar
dan menengakan keadaan.
Abu
Bakar telah memberikan contohnya, bahwa kebenaran haruslah disampaikan dengan
cara yang benar sehingga tidak malah menimbulkan perpecahan yang justru
merugikan. Begitulah kebenaran yang disampaikan dengan jalan yang tidak benar
akan sulit untuk membuahkan kebaikan.
Prinsip-prinsip dalam Islam,
dilukiskan Abu Bakar dengan mendorong kaum Muslimin memerangi orang-orang yang
ingin menghancurkan Islam seperti halnya orang-orang murtad, orang-orang yang
enggan membayar zakat, dan orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi. Oleh
karena itu Abu Bakar melaksanakan perang Riddah untuk menyelamatkan Islam dari
kehancuran.
DAFTAR
PUSTAKA
Ibrahim Hasan, Hasan. 2001.
Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta
: Kalam Mulia
Mahmud Al Aqqad, Abbas,
2001. Kejeniusan Abu Bakar. Jakarta: Pustaka
Azzam
Sjadzali,
Munawir. 1993. Islam dan Tata Negara
ajaran, sejarah dan pemikiran, Jakarta: UI-Press
Musyarif
& Ahdar, 2014. Sejarah Peradaban
Islam I. Parepare : Lembah Harapan Press.
Yatim, Badri. 2014. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta :
RajGrafindo Persada.
Syalabi, A. 2007. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta : Pustaka
Al Husna Baru
“
Abu Bakar Ash Shiddiq”Wikipedia.
Id.m.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakar_Ash_Shiddiq
Moqsith,
Abdul Ghazali, 2009. Argumen Pluralisme
Agama, Jakarta : PT Katakita
Abdur
Rahim, Makalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
http://rohimzoom.blogspot.com/2014/01/makalah-abu-bakar-ash-shiddiq.html
(5 Mei 2015)
Akhmad Sahal, Sikap Terhadap Nabi Palsu.diakses : islamlib.com/?site=1&aid=1472&cat=content&cid=11&title=sikap-nabi-terhadap-nabi-palsu
(5 Mei 2015)
Makalah-ibnu.blogspot.in/2008/10/kemajuan-islam-pada-masa-abu-bakar-as.html?m=1 (5 Mei 2015)
[2]“ Abu Bakar Ash Shiddiq”Wikipedia. Id.m.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakar_Ash_Shiddiq
[3] Abdur Rahim, Makalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. http://rohimzoom.blogspot.com/2014/01/makalah-abu-bakar-ash-shiddiq.html (5
Mei 2015)
[4] Abbas Mahmud Al Aqqad,
kejeniusan Abu Bakar (Pustaka Azzam:Jakarta, 2001), hal 28.
[5] Hasan Ibrahim Hasan, Op.Cit.
hal 394
[6] Abdur Rahim. Loc.Cit.
[7] Ibid
[8] Abbas Mahmud Al Aqqad, Op.Cit.
hal 58
[9] Ibid. hal 59
[10] Ibid. hal 61
[11]
Makalah-ibnu.blogspot.in/2008/10/kemajuan-islam-pada-masa-abu-bakar-as.html?m=1
[12] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (RajGrafindo
Persada: Jakarta, 2014), hal 35
[13] Hasan Ibrahim Hasan, Op.Cit.
hal 396-397
[14] Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara ajaran, sejarah dan
pemikiran, (UI-Press : Jakarta, 1993), hal 21
[15] Ibid,hal 23
[16]
Musyarif & Ahdar, Sejarah
Peradaban Islam I, (Lembah Harapan Press: Parepare, 2014), hal 74
[17] A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Pustaka Al Husna Baru : Jakarta, 2007),
hal 196
[18] Ibid. hal 197-198
[19] Abdur Rahim. Loc.Cit.
[20] Abdul Moqsith Ghazali, Argumen Plurlisme Agama, (PT Katakita :
Jakarta,2009), hal 237.
[21]
Akhmad Sahal, Sikap Terhadap Nabi Palsu.diakses : islamlib.com/?site=1&aid=1472&cat=content&cid=11&title=sikap-nabi-terhadap-nabi-palsu
[22]
Abdur Rahim. Loc.Cit.
[24] Ibid
[27] Ibid
[28] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar